Pages

 

Rabu, 15 Mei 2013

Rakor dengan Bidang Perempuan DPW PKS Jawa Barat

0 komentar

Read more...

Selasa, 14 Mei 2013

Narasumber di Teknik Material ITB

0 komentar
Menjadi narasumber di Teknik Material ITB membahas beberapa hal, seperti fungi dan tugas anggota dewan, perkembangan pembahasan beberapa RUU seperti RUU Lingkungan dan diskusi mengenai lingkungan dan penataan lingkungan


Read more...

Kunker Dapil: Mengunjungi Pos-WK

0 komentar
Pada kunjungan kerja ke daerah pemilihan kali ini, Ledia Hanifa mengunjungi Pos WK yang aktif menyelenggarakan kegiatan pelatihan ketrampilan bagi para ibu di sekitar wilayahnya


Read more...

Narasumber Seminar RUU Keperawatan

0 komentar
Undangan dari Universitas Hasanuddin, Makassar, membahas latar belakang dan perkembangan RUU Keperawatan yang masih dibahas di Komisi IX DPR RI


Read more...

Undangan Dari Kedubes Norwegia

0 komentar

Read more...

Audiensi Mahasiswa Malaysia

0 komentar

Read more...

Kunjungan Kerja Spesifik Panja Riset Biomedis

0 komentar
Salah satu tugas Komisi IX DPR- RI adalah pengawasan terhadap kebijakan Pemerintah termasuk kebijakan riset biomedis yang melibatkan kerjasama dengan luar negeri. Kebijakan ini terkait dengan riset PINERE (penyakit infeksi, Emerging, ReEmerging Disease) dimana diharapkan kerjasama ini berlandaskan kesetaraan, transparan dan menguntungkan kedua belah pihak.

 Selama inikerjasama riset biomedis telah dilakukan dengan berbagai negara misalnya dengan USA, Jepang, Belanda dan Jenewa. Proses perjanjian serta hasil – hasil kerjasama tersebut sering kurang diketahui masyarakat luas.

Salah satu kegiatan yang dilakukan Panja Riset Biomedis adalah melakukan kunjungan kerja ke Lembaga Eijkman di Jakarta.

Beberapa hasil temuan kunker ini adalah:
a.    Lembaga Eijkman merupakan lembaga unggulan dalam bidang penelitian DNA.
b.    Status hukum Lembaga Eijkman yang belum jelas menghambat keinginan pihak manajemen untuk mengembangkan diri.
c.    Negara asal virus berhak atas virus tersebut dan kontribusi negara penyumbang virus harus diakui.
d.    Penelitian di Indonesia bekerjasama dengan siapapun harus mencantumkan MTA (Material Transfer Agreement).
e.    Peneliti PINERE (penyakit infeksi, New Emerging dan Re-Emerging Disease) perlu diberi perhatian oleh pemerintah dan dilibatkan dalam pembuatan Public Health Law serta perlu dibentuk Majelis  Kehormatan Etika Peneliti untuk mengawasi perilaku peneliti.
f.    Bio Farma dan lembaga Eijkman bekerjasama membuat vaksin malaria.
g.    Status Lembaga Eijkman menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen.
 




Read more...

Audiensi Delegasi Univ Yaman

0 komentar
Pada Kamis 4 Feb 2009 Lalu, Ledia Hanifa dan beberapa perwakilan Fraksi PKS menerima kehadiran delegasi dari Universitas Yaman
Read more...

Wajib Obat Generik Harus Didukung

0 komentar
Jakarta, Bisnis Indonesia Online - Kebijakan penggunaan obat generik dalam pelayanan kesehatan publik sesungguhnya telah dicanangkan sejak 1989 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 085/1989. Sayangnya serapan penggunaan obat generik di kalangan masyarakat masih rendah, bahkan cenderung menurun pada beberapa tahun terakhir.

Data dari Kementerian Kesehatan menyebutkan bahwa meski tren pasar obat nasional naik dalam 5 tahun terakhir dari kisaran Rp23,5 triliun menjadi Rp32,9 triliun, pasar obat generik justru mengalami penurunan dari sekitar Rp2,5 triliun menjadi Rp2,3 triliun. 

Kenyataan ini tentu jadi memprihatinkan mengingat penggunaan obat generik merupakan salah satu program pemerintah yang diharapkan mampu memberikan solusi pelayanan kesehatan
Read more...

Tuntaskan Dualisme Peran Pelayanan Pemberangkatan TKI ke Luar Negeri

0 komentar
Jakarta, Okezone.com - Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri adalah salah satu penyumbang terbesar devisa negara, nomor dua setelah pendapatan dari sektor migas. Lebih dari 100 triliun rupiah per tahun, sejak 2008, pendapatan devisa negara disumbangkan oleh para BMI ini sehingga negara sesungguhnya ‘berhutang’ kebaikan kepada para tenaga kerja yang acap dijuluki pahlawan devisa ini.

       Namun, pada kenyataannya, persoalan pembinaan dan perlindungan pemerintah kepada para BMI justru nampak berlangsung setengah hati. Tengok saja kasus TKI bermasalah yang jumlahnya mencapai ribuan orang setiap tahunnya yang belum mendapat pendampingan dan perlindungan hukum yang memadai.
       Jamak terdengar sejumlah besar TKI atau calon TKI kerap memperoleh kesulitan dalam proses pembuatan dokumen pemberangkatan, terbelit berbagai pungutan liar, terlunta-lunta dalam soal penempatan kerja hingga terkena kasus-kasus kekerasan emosi, mental dan fisik yang berujung kesakitan, kecacatan bahkan hilangnya nyawa di tempat mereka bekerja. Pada sekian banyak kasus ini, pemerintah pun terkesan lambat dalam memberikan respon perlindungan dan pembelaan.
       Untuk memberi perlindungan dan penertiban terhadap proses pemberangkatan TKI, negara sesungguhnya sudah berupaya memberikan payung hukum lewat terbitnya Undang-undang no 39 tahun 2004 yang mengatur soal Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri, kemudian juga diikuti dengan berbagai peraturan pendukung lain seperti Peraturan Pemerintah no 81 tahun 2006 tentang Badan  Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, Peraturan Menteri no 22/XII/2008 tentang Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri dan beberapa peraturan terkait lainnya.
       Tapi sungguh sayang, dalam implementasinya, berbagai pihak terkait seperti yang terjadi pada Direktorat Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja (Dirjen Bina Penta) kemenakertrans dan lembaga Badan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) justru memunculkan dualisme peran pelayanan dalam pelaksanaan proses pemberangkatan  para calon TKI ke luar negeri.
       Dualisme peran pelaksanaan ini bahkan sudah berujung pada sebentuk ‘perseteruan’ dan tarik menarik kepentingan antar lembaga. Hal ini misalnya nampak dari kisruh pembekalan akhir pemberangkatan (PAP),  penerbitan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTLN), pun pada persoalan tarik menarik kewenangan pelayanan dan penanganan urusan TKI.
       Kekisruhan ini pada akhirnya telah melenakan banyak pihak terkait dari persoalan krusial lain yang berkenaan dengan misalnya soal penertiban PPTKIS bermasalah, tenaga kerja ilegal, perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri, serta terminal khusus  TKI yang juga memberi pekerjaan rumah tersendiri bagi pemerintah.
       Maka sudah selayaknya bila persoalan dualisme pelayanan pengurusan TKI segera dituntaskan pemerintah agar bisa memberi kepastian pelaksanaan yang lebih tertib dan profesional di lapangan.     
       Implementasi Undang-undang no 39 secara tegas harus segera dilakukan sementara menunggu wacana revisi undang-undang ini diberlakukan.  Sebab masih banyak pekerjaan rumah lain menanti kerja keras pemerintah untuk melakukan pelayanan dan  perlindungan pada (calon) tenaga kerja Indonesia di luar negeri, termasuk membuat memorandum of understanding (MOU) dengan pemerintah-pemerintah negara pengguna jasa TKI, serta upaya pembelaan dan perlindungan hukum atas berbagai masalah yang menjerat TKI kita di luar negeri baik yang ilegal dan yang legal.

Read more...

Ledia Hanifa: Pengangkatan Perawat Terganjal PP No 48/2005

0 komentar
Senayan - Bangsal Geriatri Rumah Sakit Umum Karyadi Semarang membutuhkan perawat yang akan melayani pasien dengan usia 60 tahun ke atas yang memiliki karakteristik khusus. Namun, upaya itu terganjal PP No 48/2005 tentang pengangkatan tenaga honorer menjadi PNS.


"Persoalannya perawatnya kurang, yang lucu, di situ kan RS pendidikan perawat, ada juga pendidikan dokter, tapi kurang. Karena mereka tidak bisa mengangkat, kan PP No 48 sudah melarang pengangkatan PNS dan itu sangat tergantung keuangan negara," kata anggota Komisi IX Ledia Hanifa, kepada Jurnalparlemen.com, Jumat (12/3).

Ledia menambahkan, Bangsal Geriatri di RS Karyadi Semarang memang memiliki fasilitas yang ramah dengan orang tua, lantainya tidak licin dan ada pegangannya serta pasien mendapatkan pendampingan. "Ya semestinya ditambah perawat untuk mendampingi pasien, tapi nggak tahu bagaimana menyiasati dengan PP 48 ini," ujar Ketua Bidang Kewanitaan DPP PKS ini.

Dalam kunjungannya ke RS Karyadi yang merupakan pusat rujukan nasional, Komisi IX pun sempat melihat peralatan kesehatan, Ledia mengatakan, secara umum kondisinya sudah baik, namun untuk pengadaan selanjutnya harus dipastikan alat-alat itu suku cadangnya mudah peroleh.

"Kemudian ada tanggung jawab produsen untuk itu. Harga boleh murah, tapi kalau spare part-nya susah kan jadi barang rongsokan saja, sayang bila pemeliharaan itu tidak dilakukan," tandasnya.

Dalam kunjungan ke Jawa Tengah, Komisi IX juga mengunjungi Rumah Sakit Ortopedi Solo memantau kondisinya cukup bagus, namun ditambahkan Ledia, untuk klasifikasi pasien ortopedi ternyata cakupan Jamkesmas lebih besar dibandingkan dengan Askes.

"Kita sudah bilang dengan Askes tolong ini dibicarakan secara khusus. Plafon untuk ortopedi harus beda dari plafon biasa. Peralatannya misalnya pen, kan mahal," tambahnya. (zik/zik)
http://www.jurnalparlemen.com/news/kesra/pengangkatan-perawat-terganjal-pp-no-482005.html


Read more...

Hadapi ACFTA, BPOM Perlu Revitalisasi Diri

0 komentar
Bandung - Pengawasan terhadap produk-produk makanan dan obat-obatan dari luar negeri yang membanjiri pasar domestik, harus diawasi sangat ketat. Karena itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) harus berbenah diri.


Perjanjian Asean-China Free Trade Agreement (ACFTA) memungkinkan meningkatnya serbuan barang-barang impor memasuki pasar Indonesia. Salah satu persoalan krusial adalah masuknya makanan, kosmetika dan obat-obatan termasuk jamu dari negara lain.

"Kenyataannya saat ini pasar kita memang sudah banyak disuplai produk makanan dan obat-obatan dari luar negeri yang belum tentu terjamin keamanan dan kualitasnya untuk dikonsumsi. Apalagi setelah ACFTA," ujar Ledia Hanifa anggota Komisi IX DPR RI, melalui surat elektronik yang diterima detikbandung, Jumat (5/3/2010).

Untuk itu, BPOM sebagai salah satu garda depan dalam hal perlindungan terhadap konsumen seharusnya dapat menjalankan tugasnya secara lebih proaktif. "BPOM jangan sampai menjadi lembaga yang reaktif, baru bergerak manakala sudah terdapat kasus-kasus yang dilaporkan," lanjut Ledia.

Namun diakuinya, ada beberapa kesulitan yang dihadapi BPOM. Salah satunya adalah luasnya wilayah yang harus diawasi yakni 1.922.570 kilometer persegi untuk daratannya saja. Kondisi Indonesia sebagai negara kepulauan juga membuka banyaknya pintu masuk bagi produk makanan dan obat-obatan.

Mesiki demikian, Leida menilai hal ini selayaknya tidak menjadi hambatan dan justru menjadi tantangan tersendiri bagi BPOM untuk melakukan revitalisasi tehadap kinerja mereka.

"BPOM harus melakukan terobosan-terobosan baru guna meningkatakan pengawasan akan produk makanan dan obat-obatan impor ini," ujarnya. (lom/bbn)/ http://bandung.detik.com/read/2010/03/05/124654/1311930/486/hadapi-acfta-bpom-perlu-revitalisasi-diri
Jumat, 05/03/2010 13:06 WIB
BPOM Harus Tingkatkan SDM dan Kerjasama Lintas Lembaga
Salomo Sihombing - detikBandung
Bandung - Kasus penemuan produk makanan dan obat-obatan yang tidak memenuhi standar keamanan untuk dikonsumsi sudah berulangkali terjadi. Misalnya pada tahun 2008, ditemui makanan impor seperti  produk susu, biskuit, dan kue dari berbagai negara yang mengandung melamin.

Begitu pula banyak makanan, obat, kosmetika hingga jamu yang tidak memenuhi standar keamanan, tidak memuat daftar kandungan isi, juga tanda halal. Sebagian bahkan masih menggunakan tulisan bahasa asing dalam kemasannya.

Untuk melakukan revitalisasi diri, hal yang tidak kalah penting dilakukan oleh BPOM adalah meningkatkan kualitas SDM aparat BPOM di seluruh Indonesia.

"Ketersediaan SDM yang berkualitas ini harus secara terus menerus dipantau dan ditingkatkan agar setiap aparat BPOM bisa bekerja cepat, cermat dan akurat dalam menganalisa dan mengawasi kualitas produk yang akan masuk serta beredar di tengah masyarakat," ujar Ledia Hanifa anggota Komisi IX DPR RI, melalui surat elektronik yang diterima detikbandung, Jumat (5/3/2010).

Selain itu BPOM juga perlu melakukan upaya-upaya sosialisasi pada masyarakat secara lebih luas, lebih sering, terbuka, mudah dipahami.  Karena kenyataannya masyarakat kurang mendapat informasi tentang kandungan-kandungan berbahaya dari produk yang harus dicermati dan diwaspadai.

"Sosialisasi di kalangan anak sekolah dan ibu rumah tangga misalnya, masih sangat lemah. Akibatnya mereka sebagai pihak yang banyak berhubungan dengan produk makanan, obat, kosmetika dan jamu-jamuan masih rentan dalam melindungi diri mereka sendiri," jelas politisi asal PKS ini.

Hal lain yang juga diingatkan Ledia kepada BPOM adalah agar meningkatkan kerjasama dan koordinasi dengan lembaga-lembaga terkait baik dari dalam atau di luar negeri.

Dicontohkannya, untuk di dalam negeri, koordinasi yang kuat dan solid harus dilakukan dengan lembaga pemerintah lain seperti dengan kepolisian, kementrian kesehatan, kementrian perdagangan juga pemerintah daerah.

Sementara Kerjasama BPOM dengan lembaga luar negeri dapat dilakukan dalam bentuk membangun jaringan kerjasama dengan lembaga-lembaga riset dalam penilaian risiko mikrobiologis, komunikasi risiko dan pendidikan pengamanan makanan tentang wabah penyakit yang dibawa oleh makanan. Dengan demikian, BPOM bisa memperkuat kapasitas nasional untuk penilaian risiko dan penanggulangan wabah.

"Bagaimana pun BPOM harus mengikuti perkembangan tentang pengawasan makanan dan obat yang juga terjadi di negara lain untuk terus mengupdate diri juga." tambah Ledia. (lom/bbn)/

Read more...

Diskusi Publik Unpad: Hak TKI Perempuan Belum Terlindungi

0 komentar
Masalah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) perempuan di luar negeri merupakan masalah yang kompleks. Akhir-akhir ini semakin santer terdengar berbagai persoalan yang dialami oleh TKI perempuan, misalnya kesulitan dalam proses pembuatan dokumen keberangkatan, tidak jelasnya perjanjian kerja yang akan mereka jalankan, hingga ke masalah yang paling banyak disoroti, yaitu tindak kekerasan yang sering dialami oleh TKI perempuan, baik kekerasan secara mental maupun fisik.


Bertempat di Executive Lounge, Gedung Baru Rektorat Unpad, Jln. Dipati Ukur No. 35 Bandung, Rabu (17/3), Pusat Penelitian Peranan Wanita (P3W) Unpad mengadakan diskusi publik “Isu-isu Pemenuhan Hak Tenaga Kerja Indonesia Perempuan”. Hadir sebagai pembicara anggota komisi IX DPR RI, Ledia Hanifa, S.Si, Mpsi.T, Kepala Pusat Penelitian P3W Unpad, Dr. Nina Djustiana,Drg., M.Kes, dan dosen jurusan Antropologi FISIP Unpad, Dr. Budi Radjab, M.Si.

Beberapa fakta tentang tenaga kerja di Indonesia yaitu tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah, angka kemiskinan yang sulit diatasi pemerintah, angka pengangguran yang tinggi dan terus bertambah, serta adanya ketidakseimbangan pembangunan antara perkotaan dan pedesaan. Untuk menyelesaikan masalah tersebut, tentu perlu diketahui akar permasalahannya terlebih dahulu.

“Salah satu akar permasalahannya berkaitan dengan pembuat dan pelaksana kebijakan. Adanya dualisme pengelola penempatan dan pengelola TKI di luar negeri antara BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI) dan Dirjen Bina Penta Kemenakertrans,” ujar Ledia.

Lebih lanjut Ledia mengatakan, dualisme itu membuat berbagai permasalahan dalam pemberangkatan tenaga kerja ke luar negeri, seperti tidak ada database tunggal tenaga kerja yang ditempatkan di luar negeri, penerbitan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTLN) ganda, dan berujung pada tidak terlindunginya para tenaga kerja.

Ledia pun mengusulkan pembuatan memorandum of understanding secara Government to Government, antara negara Indonesia dengan negara tujuan. “Sehingga apabila ada permasalahan yang dialami oleh tenaga kerja di luar negeri, pemerintah Indonesia dapat menuntut kepada pemerintah setempat,” jelasnya.

Selain itu, Ledia pun berharap agar Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri segera direvisi sehingga penempatan dan perlindungan terhadap TKI dapat lebih menyeluruh.

Pembicara lain, Nina Djustiana berpendapat bahwa TKI muncul karena minimnya lapangan kerja di Indonesia, terutama di daerah pedesaan. “Ada kebutuhan pemenuhan hidup yang mendesak, sementara pendidikan formal rendah dan keterampilan belum terasah,” jelasnya.

Oleh karena itulah dibutuhkan penanganan khusus dengan membuka peluang lapangan kerja dan usaha di pedesaaan, khususnya yang dapat terakses oleh masyarakat miskin dan termarginalkan. “Kita dapat mendorong atau memfasilitasi usaha home industry yang berbasis pada sumber daya lokal dan local knowledge. Misalnya dengan menciptakan pasar domestik untuk produk-produk lokal. Hal ini perlu dilakukan secara terus menerus,” ujar Nina.

Sementara Budi Radjab berpendapat bahwa menjadi perempuan itu memiliki resiko 70% terkena tindak kekerasan. “Hal ini terjadi karena ada stereotype bahwa perempuan itu lemah. Saya tidak percaya bahwa itu adalah kodrat, tetapi hanya sebuah konstruksi yang telah dibuat dan dianggap benar,” jelasnya.

Budi pun berpendapat bahwa  risiko tindak kekerasan akan semakin besar apabila perempuan menjadi tenaga kerja karena dalam setiap hubungan kerja mengandung potensi kekerasan. “Apalagi menjadi tenaga kerja di sektor informal seperti rumah tangga, risikonya menjadi berlipat,” lanjutnya.

Oleh karena itu, Budi menyarankan agar pekerjaan rumah tangga dijadikan pekerjaan formal. “Kalau sudah diformalkan kan menjadi mudah. Apabila ada apa-apa pemerintah dapat cepat turun tangan,” jelasnya.
http://www.mahasiswa.com/index.php?aid=8494&cid=17

Read more...

Promosi Kesehatan yang Setengah Hati

0 komentar
Chikungunya datang kembali. Korbannya mulai berjatuhan. Lebih dari 100 orang di Kecamatan Sumber Kabupaten Cirebon sudah terkena penyakit ini. Di Kota Cimahi telah terdeteksi lebih dari 10 orang di Kelurahan Cibabat Kecamatan Cimahi Utara menderita Chikungunya. Masyarakat sudah harus semakin waspada.

Penderita Chikungunya mengalami gejala yang hampir mirip dengan penderita Demam Berdarah Dengue (DBD). Demam yang tinggi, menggigil, sakit kepala, mual, muntah, sakit perut, nyeri sendi dan otot serta bintik-bintik merah pada kulit terutama badan dan lengan. Berbeda dengan DBD, pada chikungunya tidak ada perdarahan hebat, renjatan (Shock) maupun kematian meskipun penyebar virusnya adalah nyamuk yang sama, Aedes Aegepty. 

Masyarakat dapat menghindari penyakit dengan membasmi nyamuk pembawa virusnya. Ternyata nyamuk ini punya kebiasaan unik. Pertama, Mereka senang hidup dan berkembang biak di genangan air bersih seperti bak mandi, vas bunga, dan juga kaleng atau botol bekas yang menampung air bersih. Kedua, Serangga bercorak hitam putih ini juga senang hidup di benda-benda yang menggantung seperti baju-baju yang ada di belakang pintu kamar. Ketiga, nyamuk ini sangat menyukai tempat yang gelap dan pengap. Antisipasi terbaik adalah menjauhi kebiasaan unik nyamuk ini.

Upaya antisipatif yang dilakukan masyarakat bersama pemerintah memerlukan tindakan promotif dan preventif yang bersifat massif. Tidak hanya untuk kasus Chikungunya saja, tetapi juga untuk peningkatan kualitas hidup bersih dan sehat secara umum. Persoalannya dalam tahun anggaran 2010 terdapat penurunan yang cukup signifikan dalam anggaran untuk program promosi kesehatan. "Harus dipertanyakan mengapa anggaran promosi kesehatan pada Tahun anggaran 2010 mengalami penurunan menjadi 96,8 M dari 117,49 M di tahun 2009. Ini belum menunjukkan keseriusan pemerintah untuk merubah paradigma sehat kita dari kuratif bergeser ke promotif preventif" demikian pernyataan Ledia Hanifa , anggota Komisi IX DPR RI dalam rapat kerja dengan Sekretariat jendral Kementrian Kesehatan RI Senin, 18 Januari 2010.  

Anggaran ini turun dengan asumsi upaya promotif lebih banyak dilakukan oleh daerah. Dengan demikian sangat dituntut komitmen kepala daerah untuk memfokuskan pada upaya promotif . Ledia Hanifa berpendapat bahwa logika yang dipakai oleh Kementrian Kesehatan untuk menurunkan anggaran ini tidak tepat. " Kalau daerah ternyata tidak memberi uapaya promotif yang seriuh dalam promosi kesehatan dan APBD untuk promosi kesehatan juga kecil  siapa yang akan bertanggung jawab?", ujarnya.

Ledia Hanifa melanjutkan, "Secara realistik banyak daerah yang anggaran untuk bidang kesehatan dari APBD mengalami penurunan. Pemerintah Propinsi Jawa Barat yang pada tahun 2009 mengalokasikan dana untuk promosi kesehatan sebesar 9 miliar mengalami penurunan pada tahun 2010 menjadi 4 miliar. Bahkan Pemda Cimahi untuk promosi kesehatan dari APBD 2010 dari 200 juta pada tahun 2009 menjadi 100 juta pada tahun 2010.". 

Persoalan turunnya anggaran promosi kesehatan ditengah merebaknya penyakit Chikungunya dan penyakit yang menular lainnya perlu untuk menjadi kajian khusus dari pemerintah. Sebab tindakan promotif kesehatan merupakan bentuk  preventif yang bersifat massif dalam mengatasi penyakit  Chikungunya dan penyakit yang menular lainnya. Dengan demikian akan terwujud efisiensi angaran kesehatan.   

sumber : http://myzone.okezone.com
http://www.promosikesehatan.com/?act=news&id=564
Read more...

TKI Bermasalah Bukti Kegagalan Pemerintah

0 komentar
Banyaknya jumlah tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bermasalah merupakan bukti kegagalan pemerintah dalam melakukan pengawasan dan perlindungan terhadap TKI. Fungsi advokasi perwakilan negara melalui atase ketenagakerjaan dan KBRI belum optimal.

Demikian diungkapkan Anggota Komisi IX, DPR RI dari Fraksi PKS, Ledia Hanifa Amaliah, S.Si., M.Psi.T. melalui siaran persnya yang diterima "GM", Minggu (24/1).

"Alih-alih melakukan pengawasan terhadap Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS), Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) malah menambah jumlah PPTKIS dari 499 tahun 2008 menjadi 538 tahun 2009," ungkap Ledia.

Ledia menilai, pemerintah tidak tegas memberlakukan sanksi terhadap PPTKIS nakal. Kemenakertrans lebih banyak mengumbar janji akan menindak PPTKIS yang nakal, namun realitasnya korban PPTKIS nakal terus berjatuhan.

Ledia menyebutkan, sampai 20 Januari 2010, pemerintah telah berhasil memulangkan 2.019 TKI bermasalah dari berbagai negara. Usaha ini tentu baik karena dapat mengurangi beban KBRI dalam menampung TKI bermasalah tersebut.

Kendati demikian, katanya, pemulangan TKI bermasalah, hanya solusi mikro yang tidak akan berdampak besar pada penyelesaian persoalan TKI yang carut-marut. Pemerintah melalui Kemenakertrans beserta Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) harus melakukan restrukturisasi mendasar dalam pembinaan TKI.

Apalagi pemulangan TKI dikaitkan dengan capaian program 100 hari Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II. "Oleh karenannya, kita harus berhenti mejadikan TKI sebagai objek eksploitasi mulai dari perekrutan, penempatan, sampai pemulangan TKI dari luar negeri" ujarnya.

Ledia mengaharapkan, seluruh stakeholder harus memiliki persepsi yang sama bahwa TKI harus dikembalikan kepada fungsinya yang telah banyak membantu menyelesaikan persoalan bangsa. Terutama dalam mengurangi angka penganguran dan kemiskinan, sehingga dari hasil kerjanya para TKI bisa meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat.

"Selain itu, hal lain yang harus diperhatikan pemerintah adalah nasib anak-anak dari TKI yang ibunya bekerja di luar negeri. Baik akibat pemerkosaan maupuan pengabaian dari laki-laki yang tidak bertanggung jawab. Negara harus memikirkan masa depan mereka dan legalitas mereka secara hukum," tegasnya.

Apabila pemerintah tidak menyelesaikan persoalan tersebut, tambahnya, maka anak-anak TKI tersebut akan menjadi persoalan berkepanjangan dan bumerang bagi bangsa. Anak-anak yang lahir seharusnya tidak juga menjadi korban dari kegagalan pemerintah dalam melindungi para TKI di luar negeri. Masa depan Anak-anak dari hasil TKI bermasalah tetap menjadi tanggung jawab pemerintah untuk menjamin kesejahteraan dan masa depan mereka. (B.96)**/ http://www.klik-galamedia.com/indexnews.php?wartakode=20100125103201&idkolom=tatarbandung
Read more...

Menaker Jangan Alihkan Tanggung Jawab

0 komentar
Jakarta - Rencana Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar untuk menutup Terminal 4 atau Gedung Pendataan Kepulangan (GPK) TKI di Selapajang Bandara Internasional Soekarno-Hatta merupakan tindakan yang tepat. Karena sudah bukan rahasia lagi kalau selama ini para TKI yang pulang dari luar negeri seringkali menjadi bahan pemerasan oleh oknum-oknum tertentu.

Demikian dikatakan Anggota Komisi 9 DPR RI Ledia Hanifa di kantornya, Selasa (26/1) kemarin. Menurutnya keputusan untuk menutup Terminal 4 adalah yang terbaik setelah penataan yang berkali-kali dicoba diperbaiki tidak juga membuahkan hasil. "Meskipun sesungguhnya tujuan dari pemisahan terminal khusus TKI ini dulu justru demi kemudahan dan keamanan para TKI," ujar Ledia.


Menurut Ledia beralihnya para TKI dari terminal khusus ke terminal umum juga akan menghilangkan kesan diskriminasi yang selama ini dirasakan para TKI. 


Ledia berharap pengalihan terminal kedatangan TKI ini dapat menutup peluang terjadinya kembali kasus-kasus eksploitasi TKI oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab. Pasalnya seringkali  disinyalir para oknum tersebut melakukan pungutan-pungutan, penggeledahan, menahan barang-barang bawaan milik TKI, mempersulit pihak keluarga yang ingin menjemput dan sebagainya.


Namun demikian, aleg perempuan dari Daerah Pemilihan Jawa Barat ini menegaskan bahwa pengalihan terminal ini tidak kemudian justru menjadi alasan bagi Kementerian Nakertrans untuk mengalihkan tanggung jawab mereka dalam mengurus persoalan-persoalan yang terkait dengan kepulangan para TKI.


Undang-undang No 39 tahun 2004 pasal 77 secara tegas menyebutkan bahwa setiap TKI mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan mulai dari pra penempatan, masa penempatan, sampai dengan purna penempatan. "Dengan demikian tanggung jawab Menakertrans tetap mutlak berlaku walaupun konsep terminal kedatangan TKI telah diubah," tegasnya.


Ledia mengkhawatiran setelah terminal 4 tidak lagi digunakan sebagai pintu kedatangan TKI dan di kemudian hari itu menjadi masalah bagi TKI, pihak menakertrans akan "cuci tangan" dan mengalihkan tanggung jawab serta kemudian menyalahkan pihak lain.


Karenanya, kata Ledia, Menakertrans harus menjamin pengalihan terminal ini dapat memberikan keamanan dan keselamatan bagi para TKI setelah bekeja di luar negeri. Dengan demikian mereka dapat terhindar dari berbagai kemungkinan terkena tindakan yang tidak patut atau bahkan tindak kriminalitas seperti perampasan barang atau dokumen.


Selain itu, lanjutnya,  Menakertrans perlu juga memberikan pengawasan melekat terhadap orang-orang yang bertanggung jawab dalam pemulangan TKI. "Jangan sampai orang-orang tersebut justru tidak jelas kinerja dan tanggung jawabnya," imbuhnya.


Yang tak kalah penting menurut Ledia adalah koordinasi dengan berbagai instasi seperti Kementrian Luar Negeri, pihak keimigrasian dan lainnya. (*/PKS)


http://www.jakartapress.com/www.php/news/id/11212/Menaker-Jangan-Alihkan-Tanggung-Jawab.jp
Read more...

Renovasi Rumah Jabatan DPR Dipersoalkan Lagi; Proyek Tak Kunjung Selesai, Negara Bayari Uang Sewa

0 komentar
JAKARTA - Proyek renovasi Rumah Jabatan Anggota (RJA) DPR kembali dipersoalkan. Proyek yang menelan dana hingga lebih dari Rp300 miliar dan dilakukan sejak tahun 2007 itu semakin mengundang kecurigaan lantaran hingga kini belum juga selesai.

Koordinator Indonesia Budget Center (IBC), Roy Salam, menilai tertundanya penyelesaian peoyek renovasi rumah jabatan di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan itu jelas berimplikasi pada keuangan negara. "Karena negara juga yang harus menanggung buaya untuk sewa rumah bagi anggota DPR. Setiap anggota mendapat anggaran Rp 15 juta setiap bulan untuk sewa rumah. Total seluruhnya mencapai delapan miliar rupiah," ujar Roy di Jakarta, Senin (25/1).

Roy menegaskan, seharusnya proyek itu sudah selesai dan bisa langsung ditempati oleh anggota DPR periode 2009-2014 yang dilantik pada 1 Oktober 2009 silam. Namun Roy justru mengaku mendapat temuan yang layak dicurigai.

Diungkapkannya bahwa bongkaran bekas rumah jabatan lama dihargai Rp 3,5 juta untuk setiap unit rumah. Sementara jumlah rumah yang direnovasi 495 unit. "Saya mendengar bahwa hasil penjualan dari bongkaran itu tidak jelas kemana. Pihak-pihak yang terlibat tidak mau mengakui, padahal dari informasinya setiap bongkaran rumah itu dihargai Rp3,5 juta per rumah. Jadi kalikan saja dengan jumlah rumah yang direnovasi itu,” cetusnya.

Suara miring tentang renovasi rumah jabatan anggota DPR itu juga terlontar dari Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang. Menurutnya, pihak yang harus bersifat terbuka dalam proyek itu adalah Sekretariat Jendral DPR RI. Sebastian menilai pergantian pimpinan DPR tidak berpengaruh pada pola kerja kesekjenan.

Karenanya Sebastian mensinyalir bahwa pimpinan DPR cenderung membiarkan hal tersebut. “Jangan-jangan memang betul ada permainan antara pimpinan DPR dengan pihak sekjen sehingga semua hal yang sudah diberitakan itu tidak ada tindak lanjutnya. Ketua DPR harus berani mengambil tindakan untuk mengganti staf di sekjen seluruhnya jika memang mau tegas memberantas korupsi di lingkungan sekjen,” ucapnya.

Soal dugaan korupsi pada proyek renovasi itu Sebastian memang tak menafikkannya. Namun menurutnya, hal itu perlu diselidiki lebih lanjut.

Hanya saja Sebastian juga mengatakan bahwa proses adanya pola permainan yang terorganisir dengan rapi antara oknum di Sekretariat Jendral DPR dengan dan rekanan. "Sudah marak diberitakan, tetapi tidak ada tindak lanjut. Ini hanya bisa terjadi jika semuanya diorganisir dengan rapi,” ulasnya.

Sedangkan anggota Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR, Ledia Hanifa yang dihubungi terpisah mengatakan, pihaknya memang akan menanyakan proyek renovasi RJA DPR itu dalam rapat BURT. Salah satu yang akan ditanyakan Hanifa adalah soal kabar tentang harga bekas bongkaran rumah yang dihargai Rp 3,5 juta per unit."Kalau betul itu terjadi maka harus ada sanksi terhadap pihak-pihak yang telah menjual asset negara itu," tandasnya.

Ledia mengakui, masalah yang muncul dalam proyel-proyek di DPR tak terlepas dari belum adanya rencana steategis (resntra) yang didusun DPR. Hal ini jelas berbeda dengan lembaga kementrian.

“Persoalannya adalah karena DPR tidak punya renstra  dan BURT kini sedang menyusunnya dimana dalam draft tersebut nantinya terbagi menjadi fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Jadi dana yang akan digunakan sekjen itu nantinya hanya untuk anggaran pendukung," tukasnya.


(aj/ara/jpnn) http://www.jpnn.com/index.php?mib=berita.detail&id=57030
Read more...

Permintaan Tenaga Keperawatan ke Luar Negeri Cukup Tinggi

0 komentar
PRO3RRI - Bandung;
Permintaan perawat ke luar negeri tersebut belum dapat terpenuhi


Permintaan luar negeri terhadap tenaga perawat terakreditasi dari Indonesia sangat tinggi yakni Jepang,Australia dan Amerika mencapai sekitar 76 ribu tenaga keperawatan dalam 2 tahun terakhir. Menurut anggota komisi 9 DPR RI Ledia Hanifa, saat ini permintaan tenaga keperawatan tersebut belum terpenuhi oleh Indonesia. Kepada RRI Ledia menegaskan, Indonesia saat ini memiliki sekitar 336 ribu tenaga keperawatan,namun pengakuan terhadap perawat Indonesia belum baik ,diantaranya dari segi penghasilan maka tenaga perawat Indonesia banyak yang lebih memilih menjadi perawat di luar negeri.


” Tetapi ketika mereka memilih ke luar negeri sebagian diantara mereka ada yang sudan menjadi citizen Negara lain karena kalau mereka balik lagi ke Indonesia penghasilan mereka akan jauh turun,sehingga mereka memilih untuk jadi perawat di negeri orang”.


Untuk menjadi perawat di luar negeri,tegas Ledia Hanifa anggota DPR RI dari daerah pemilihan Jabar ini,mereka harus menjadi tenaga keperawatan yang sudah terakreditasi. 


”Bukan berarti kita mendorong supaya orang menjadi citizen di Negara lain,memang kebutuhan perawat di dalam negeri juga penting,persoalannya adalah kualifikasi akreditasinya harus jelas sehingga pelayanan yang harus diberikan bagus ketika perawat tersebut bertugas di dalam negeri”.


Mengingat Indonesia belum memiliki undang-undang tentang tenaga kesehatan secara umum, termasuk untuk tenaga keperawatan,sebagai wakil rakyat di tingkat pusat,Ledia Hanifa dan kawan-kawan akan memperjuangkan segera dibahas dan diterbitkan UU tentang tenaga keperawatan untuk mewujudkan perawat professional baik di dalam negeri maupun di luar negeri dalam melayani masyarakat.  


(Lestari Justian)  http://www.rribandung.info/index.php?option=com_content&task=view&id=3358&Itemid=46
Read more...

Visit Media ke Harian Pikiran Rakyat

0 komentar

Read more...

Visit Media Ke RRI Bandung

0 komentar

Read more...

Selasa, 07 Mei 2013

Penutupan Terminal Khusus TKI Jangan Menjadi Sekedar PengalihanTanggung Jawab

0 komentar


Rencana Menteri Tenaga Kerja dan Ttransmigrasi, Muhaimin Iskandar untuk menutup Terminal 4 atau Gedung Pendataan Kepulangan (GPK) TKI di Selapajang Bandara Internasional Soekarno-Hatta adalah tindakan yang tepat. Karena selama ini para TKI yang pulang dari luar negeri selalu menjadi bahan pemerasan oleh oknum-oknum tertentu.


Sistem penataan yang berkali-kali dicoba perbaiki di Terminal 4 yang khusus menjadi pintu pengembalian para pahlawan devisa nyatanya tidak kunjung dapat membuat mereka aman tiba di tanah air. Meskipun sesungguhnya tujuan dari pemisahan terminal khusus TKI ini justru demi kemudahan dan keamanan para tenaga kerja Indonesia ini. 

Dengan beralihnya para TKI dari terminal khusus ke treminal umum akan menghilangkan kesan diskrimnasi yang menimpa para TKI selama ini dan akan memberikan kepada para TKI ini perlakukan yang setara dengan masyarakat lainnya. 

Bukan pengalihan tanggung jawab 
Namun perlu juga kita cermati, agar pengalihan terminal kedatangan para TKI dari terminal 4 ke terminal umum tidak kemudian justru menjadi alasan bagi Kementrian Nakertrans untuk mengalihkan tanggung jawab mereka dalam mengurus persoalan-persoalan yang terkait dengan kepulangan para TKI. 

Undang-undang No 39 tahun 2004 secara tegas menyebutkan pada Pasal 77 bahwa setiap TKI mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan mulai dari pra penempatan, masa penempatan, sampai dengan purna penempatan. Dengan demikian tanggung jawab Menakertrans tetap mutlak berlaku walaupun konsep terminal kedatangan TKI telah diubah.
Ada kekhawatiran bahwa setelah terminal 4 tidak lagi digunakan sebagai pintu kedatangan TKI dan kemudian terjadi masalah bagi TKI, pihak menakertrans akan bersikap "cuci tangan", mengalihkan tanggung jawab dan menyalahkan pihak lain. 

Kita berharap, pada dasarnya pengalihan terminal kedatangan TKI tersebut harus menjamin keaman bagi TKI dan menutup peluang terjadinya kembali kasus-kasus eksploitasi oleh oknum-oknum kepada para TKI tersebut. Menakertrans harus menjamin kenyamanan para TKI setelah bekeja di luar negeri. Terminal umum harus juga menjaga keselamatan TKI dari kriminalitas.

Dari pengalihan terminal kedatangan TKI yang paling penting dan perlu untuk mendapat jaminan dari Menakertrans adalah pengawasan melekat terhadap orang-orang yang bertanggung jawab terhadap pemulangan TKI. Jangan sampai orang-orang tersebut tidak jelas kinerja dan tanggung jawabnya.
Selain itu koordinasi dengan berbagai instasi seperti kementrian BUMN, imigrasi dll untuk menertibkan terminal umum bagi TKI terutama untuk menghindari calo, pungli, oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dan tindakan lainnya yang dapat merugikan bagi para pejuang devisa tersebut. Semoga!


Read more...

Pentingnya Pengesahan RUU Keperawatan Menjadi Undang-undang

0 komentar

Bertempat di Aula Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin Makassar, Ledia Hanifa tampil menjadi pembicara pada seminar yang dimaksudkan untuk mendukung proses RUU Keperawatan menjadi Undang-undang.


Undangan yang disampaikan oleh Himpunan Mahasiswa Keperawatan Fak Kedokteran Unhas ini  dipenuhi para mahasiswa keperawatan yang kemudian menjadikan kesempatan tanya jawab sebagai sarana untuk melakukan kritikan bahkan curhat.

Sebagian mahasiswa menyoroti banyaknya kasus ‘kurang menghargai’ profesi perawat di rumah sakit, ketiadaan PTT Perawat hingga tidak dibedakannya perlakuan bagi perawat DI/D3 atau S1.

Peserta seminar juga mendorong DPR untuk segera mensahkan RUU Keperawatan menjadi Undang-undang 

Read more...

Undang-undang Lingkungan dan Implementasinya

0 komentar

Februari lalu, mahasiswa Teknik Material ITB angkatan 2006 kedatangan tamu istimewa. Ibu Ledia Hanifa, dari komisi IX DPR RI menjadi dosen tamu untuk menjabarkan persoalan pembentukan undang-undang, pemaparan singkat soal Undang-undang lingkungan dan implementasinya.


Meski hampir seluruh mahasiswa mengaku belum pernah membaca Undang-undang No 32  tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup, namun para mahasiswa dengan  antusias memberikan tanggapan beragam lewat pertanyaan-pertanyaan yang unik dan kadang lucu.

 Misalnya saja soal “Pohon di depan rumah saya yang sudah tua dan bersejarah, tapi dtebang juga oleh Pemda...”  hingga soal “Mengapa pemerintah kota  seolah tidak memiliki kepedulian terhadap  masalah Babakan Siliwangi, bagian hutan kota yang ditengarai akan menjadi pusat perbelanjaan.”

Mata kuliah yang menurut para mahasiswa kadang dilakukan secara bilingual –menggunakan Bahasa Inggris  dan  Bahasa Indonesia– kali ini juga dilakukan Ledia secara bilingual dengan menggunakan Bahasa Inggris bercampur Bahasa Sunda
Read more...

Audiensi Indonesia Parliament Forum

0 komentar
Jajaran aktivis dari Indonesian Parliament Forum memberikan masukan, sharing ide dan mendukung langkah-langkah anggota dewan darti Fraksi PKS khususnya yang berkiprah di komisi IX untuk mengupayakan agar RUU Dampak Pengendalian Tembakau segera disahkan menjadi Undang-undang.

Banyak paparan data menarik di dapat dari para aktivis IPC ini. Betapa Indonesia merupakan satu-satunya negara di Asia Pacifik yang belum meratifikasi Konvensi FCTC, bahwa merokok sesungguhnya semakin memiskinkan orang miskin dan bahwa peraturan yang akan membatasi iklan dan peredaran rokok sama sekali tidak dimaksudkan dan tidak akan merugikan petani tembakau.

“Selama ini tidak ada penambahan lahan dan produksi daun tembakau, tetapi produk rokok melonjak, ini dikarenakan industri rokok mengimpor tembakau dri negara lain,” demikian salah satu info yang dipaparkan.
Read more...

Audiensi Guru Honorer Brebes

0 komentar

Pada pertengahan Februari 2010 lalu, perwakilan guru honorer dari Brebes mendatangi Ledia Hanifa di ruang kerja untuk mengadukan nasib mereka dan teman-teman seprofesi yang masih "dianaktirikan" di negeri ini. Kelambatan pembayaran gaji dan minimnya pendapatan menjadi salah satu isi uneg-uneg mereka
Read more...

Senin, 06 Mei 2013

Serap Aspirasi Warga Ciroyom Desember 2009

0 komentar
Serap aspirasi warga RW 01 Ciroyom-Babakan Ciparay & Persatuan Pedagang Pasar dan Warung Tradisional-Kamis-24 Desember 2009


Read more...

Pelatihan Aktivis Mahasiswa UNPAD dan UNWIM

0 komentar
Ledia Hanifa hadir di Bumi Kemah Cipayung, Jatinangor-Sumedang, dalam rangka menjadi narasumber dalam pelatihan  aktivis mahasiswa Universitas Padjajaran (UNPAD) dan Universitas Winaya Mukti (UNWIM) yang tergabung dalam KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia). Pada acara yang dihadiri oleh dua puluh lima orang mahasiswa angkatan tahun 2007 dan 2008 ini, Ledia Hanifa memberikan pencerahan tentang Syumuliatul Islam atau Universalitas Islam. 


Ledia memaparkan bahwa dunia adalah tempat kita manusia untuk mengenal diri kita sebagai makhluk penciptaan Rabb semesta alam. Dengan mengenal keberadaan itu, kita akan merasakan nikmat iman dan takwa kepada-Nya. Dengan begitu mengenal aturan yang bersifat mutlak dan hakiki membuat kita lebih mencintai-Nya, bukan sebaliknya. Sifat Allah yang perlu kita kenali dan pahami adalah Sifat Rahman dan Rahim. Keimanan manusia yang turun naik adalah sunatullah, namun kita harus yakin bahwa dengan tahu, mampu dan mau kita dapat memilih jalan kehidupan kita di dunia dengan merdeka. Allah telah menyediakan dua jalan itu, fujur dan takwa (QS As-syams ayat 8).

Read more...

Kunjung Kerja ke Dapil Nop 2009

0 komentar
Bandung – Anggota DPR Komisi IX dari Fraksi DPR, Ledia Hanifa, melakukan kunjungan kerja (kunker) di Daerah Pemilihan yaitu Kota Bandung pada Hari Jumat, 13 November 2009. Pada kurker perdana ini, Ledia Hanifa (LH) melakukan rapat kerja dan koordinasi dengan DPD Kota Bandung dan Fraksi FPKS DPRD Kota Bandung. Dalam kesempatan itu, hadir Haru Suandaru, Oded M Danial, Nurani Esti, dan Tokoh PKS lainnya di Kota Bandung. ”Saya bertekad untuk membangun sinergisasi dan komitmen kerja bersama antara pusat dan daerah” ujar Ledia Hanifa


Read more...

Seminar Hari Ibu 2009

0 komentar

Seminar Memaknai Hari Ibu 2009 di Aula Universitas  Unisba, Selasa 22 Desember 2009, salah satu kegiatan yang dilakukan dalam Kunker Reses Masa Sidang I 2009
Read more...

Kunjungan ke RSUD DR Sam Ratulangi Tondano

0 komentar
Kunjungan ke RSUD Dr. Sam Ratulangi Tondano didampingi oleh direktur Rumah Sakit, Dr. Maryani Suronoto, M.Biomed. Dalam sejarahnya, Rumah Sakit ini dulu bernama RS. Bethesda Tondano yang pada tahun 1978 berganti nama menjadi RSU Dr. Sam Ratulangi. Kemudian Rumah Sakit ini ditetapkan menjadi RSUD dengan tipe C.  Kepemilikan RSUD Dr. Sam Ratulangi Tondano adalah Pemerintah Kabupaten Minahasa dengan luas lahan yaitu 14000 m2 dengan 106 tempat tidur.

Secara ketenagaan, RSUD Dr. Sam Ratulangi Tondano mempunya 11 dokter spesialis, 13 dokter umum, 70 perawat, 13 bidan, kefarmasian 10 orang, 3 nutrisionis, 4 sanitarian dan tenaga administrasi sehinga semuanya berjumlah 168 orang. Sebagai rumah sakit umum daerah tupoksi RSUD Dr. Sam Ratulangi Tondano adalah memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat Minahasa yang sudah memberikan fasilitas pelayanan standar gratis bagi masyarakatnya. Dalam menunjang pelayanannya, Rumah Sakit ini memiliki fasilitas poliklinik rawat jalan dan rawat inap dengan 24 jam pelayanan unit gawat darurat.

Sebagaimana rumah sakit-rumah sakit milik Pemerintah Provinsi Sulawesi, pendapatan RSUD Dr. Sam Ratulangi Tondano juga merupakan pemasukan bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam hal ini bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Minahasa. PAD RSUD Dr. Sam Ratulangi Tondano meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005, PAD hanya sekitar 500 juta dan meningkat drastis menjadi 1,3 milyar pada tahun 2007, dan 1,5 milyar pada tahun 2008 dan 2009. Disatu sisi naiknya pendapata Rumah Sakit sangat menggembirakan akan tetapi yang patut menjadi perhatian adalah pemasukan yang meningkat hendaknya juga dibarengi dengan peningkatan pelayanan bagi peningkatan derajat kesehatan masyarakat Minahasa.

RSUD Dr. Sam Ratulangi Tondano juga tidak luput dari permasalahan baik permasalahan yang menyangkut Sumner Daya Manusia (SDM) maupun permasalahan yang terkait sarana prasarana. Beberapa permasalahan SDM sebagaimana yang diungkapkan oleh Direktur Rumah Sakit adalah: jumlah tenaga perawat masih jauh dibawah kebutuhan ideal untuk dapat memberikan pelayanan yang optimal (yang dibutuhkan ± 180-190 orang, yang tersedia 70 orang); kurangya tenaga dokter ahli.; dan tidak tersedianya tenaga radiografer, tenaga elektro medis, perawat anastesi, refraksionis dan perlu penambahan tenaga analis kesehatan (yang ada hanya 1 orang). Adapaun permasalahan sarana prasarana adalah : tampilan fisik RS yang tidak menarik; tata letak bangunan yang tidak sesuai sehingga menyulitkan akses antar ruangan; bahwa lebih dari 90% luas bangunan fisik telah berusia kurang lebih 20- 30 tahun; tata letak jaringan listrik yang perlu diperbaiki karena menganggu pengembangan bangunan fisik; fasilitas kelas III perlu ditingkatkan dalam rangka peningkatan pelayanan pada masyarakat miskin; melengkapi alat medis spesialistik dalam mendukung pelayanan dokter spesialis.

Dengan berbagai permasalahan yang dihadapi, pihak managemen Rumah Sakit sangat berharap dengan adanya kunjungan Tim Kunker Komisi IX DPR-RI dan menyampaikan beberapa harapan untuk bisa mendapatkan dukungan dari anggota dewan. Beberapa harapan RSUD Dr. Sam Ratulangi Tondano adalah: adanya penambahan jumlah tenaga dokter spesialis, tenaga perawat dan tenaga teknis lainnya yang dibutuhkan RS dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan; adanya renovasi gedung RS kalau masih memungkinkan (karena keterbatasan luas lahan)/relokasi RS; dan adanya penambahan peralatan medis sesuai kebutuhan RS.

Sebelum meninggalkan lokasi RS, anggota Tim Kunker menyampaikan apresiasi atas tersedianya layanan kesehatan gratis bagi masyarakat, yang pada saat sekarang masih khusu buat rakyat miskin dan mengharapkan untuk terus meningkatkan pelayanan kesehatan dengan berbagai keterbatasan yang saat ini dihadapi. Beberapa harapan yang sudah disampaikan, anggota akan menyampaikan harapan tersebut kepada pemerintah pusat yang dalam hal ini adalah Departemen Kesehatan sebagai mitra Komisi IX DPR-RI untuk segera melakukan langkah-langkah konkrit untuk pemenuhan harapan-harapan tersebut.
Read more...

Meninjau BLK Blitung Sulawesi Utara

0 komentar
Pertemuan Tim Kunker dengan pihak Balai Latihan Kerja (BLK) Bitung diterima oleh Kepala UPTD-PTKT Bitung dan Kepala Disnaker Provinsi Sulawesi Utara, Boke H. Rompas, SH. Dalam kesempatan ini Tim Kunker mendapatkan penjelasan langsung mengenai keadaan ketenagakerjaan di Provinsi Sulawesi Utara umumnya dan secara khusus meninjau langsung keadaan fisik dari BLK Bitung.

Dilaporkan berdasarkan data Sakernas posisi Februari 2009 untuk wilayah perkotaan dan pedesaan Provinsi Sulawesi Utara, laki-laki dan perempuan jumlah penduduk usia kerja sebanyak 1.685.502 orang, terdiri dari angkatan kerja sebanyak 1.077.155 orang (63,91%) dan bukan angkatan kerja sebanyak 608.347 orang (36,09%). Sedang jumlah orang bekerja sebanyak 962.627 orang (89,37%) dan jumlah pengangguran terbuka (PT ) sebanyak 114.528 orang (10,63 %). Jumlah pengangguran terbuka ini didominasi oleh tingkat pendidikan SLTA sebanyak 57,76 % dan SLTP sebanyak 13,91 %. Hal ini menunjukkan perlunya kinerja BLK untuk memberikan bekal yang cukup untuk para tamatan SLTA dan SLTP untuk masuk dunia kerja.

Dilaporkan juga bahwa penyerapan tenaga kerja formal tertinggi masih didominasi oleh sektor pertanian sebanyak 78,43 %, perdagangan 18,18 %, jasa 13,95 %, angkutan 10,61% dan listrik 0,45 %. Adapun untuk tenaga kerja informal, penyerapan tertinggi juga disektor pertanian sebesar 57,23 %, dan sektor perdagangan dan sektor industri berturut-turut sebesar 17,13 % dan 4 %. Trend ini disinyalir akan berubah seiring berkurangnya lahan pertanian sehingga perlu segera ada langkah preventif yang nyata untuk memberi bekal pada para pencari kerja sehingga tingkat pengangguran terbuka bisa ditekan.


Alokasi anggaran di bidang ketenagakerjaan, pada tahun 2009 Provinsi Sulawesi Utara mendapatkan alokasi sebesar Rp. 9.693.455.000. Anggaran ini diperuntukkan untuk berbagai program peningkatan kualitas dan produktivitas tenaga kerja, program perluasan dan pengembangan kesempatan kerja. Adapun peningkatan fungsi dan revitalisasi Balai Latihan Kerja (BLK) menjadi bagian program peningkatan kualitas dan produktivitas tenaga kerja. Sedangkan untuk tahun anggaran 2010, Provinsi Sulawesi Utara mendapatkan alokasi anggaran sebanyak Rp. 30.512.712.000  untuk bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian dengan Rp. 2.516.571.000 dialokasikan untuk program peningkatan kualitas dan produktivitas tenaga kerja dimana peremajaan BLK seharusnya mendapatkan prioritas.

Khusus mengenai keadaan BLK Bitung, penjelasan disampaikan Kepala UPTD-PTKT Bitung yang secara langsung melaporkan berbagai hambatan yang ditemui di BLK Bitung yang pada akhirnya juga tidak memberikan manfaat yang optimal bagi pencari kerja yang kebanyakan belum siap masuk ke dunia kerja. Hambatan pertama adalah terbatasnya jumlah tenaga pengajar/pelatih/instruktur yang jumlahnya setiap tahun berkurang karena pensiun atau dimutasi ke tempat lain. Saat ini ada 20 orang instruktur yang meliputi instruktur bangunan, instruktur listri, tat niaga dan kejuruan yang jumlahnya setiap jurusan jauh dari ideal (idealnya setiap jurusan 4-5 instruktur). 

Hal lain adalah belum adanya instruktur yang menangani bidang industri dan pariwaisata mengingat daerah ini adalah daerah industri dan pariwisata, seperti instruktur las, elektronik, listrik, pariwisata/perhotelan. Capacity Building instruktur ke Pusat juga dirasa penting untuk penyegaran kembali metode-metode pelatihan yang dapat merangsang masyarakat untuk terlibat di pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan BLK. Hal ini menunjukkan belum adanya mapping atau need assessment tenaga kerja di pasaran sehingga belum match-nya lulusan BLK dengan kebutuhan tenaga kerja di dunia usaha.  

Hambatan lain yang dilaporkan adalah kecilnya anggaran untuk pelatihan. Menurunnya anggaran untuk pelatihan juga terkait dengan terdesentralisasinya pengelolaan BLK dimana dulunya ketika masih tersentralisasi pelatihan bisa dilaksanakan selama 9 bulan namun sekarang hanya satu (1) bulan. Hambatan lainnya adalah hambatan klasik yang dihadapi BLK-BLK di seluruh pelosok Indonesia adalah peralatan BLK yang sudah tua dan minimnya anggaran untuk maintenance. Di BLK Bitung, peralatan ada yang dari tahun 1983 sampai sekarang belum ada penggantian, terutama mesin produksi. Ada peremajaan peralatan yang sudah dianggarkan tetapi realisasi terhambat pengiriman yang kadang akhir masa anggaran peralatan baru datang. Adanya hambatan-hambatan ini diharapkan dengan adanya kunjungan kerja Komisi IX bisa memberikan semangat untuk peningkatan hasil kinerja dan dukungan anggaran untuk pencapaian tujuan adanya BLK.

Sebelum mengadakan tinjauan langsung ke gedung BLK Bitung yang sebagian dalam masa renovasi, dalam diskusi, anggota Tim Kunker mengingatkan kembali bahwa BLK merupakan mesin pencetak tenaga kerja yang berdaya saing sehingga seharusnya mendapatkan perhatian yang intens dan serius dari Pemerintah Provinsi. Disamping itu ditekankan kembali perlunya optimalisasi keterkaitan BLK dengan pangsa kerja untuk selalu melakukan penyesuaian pelatihan yang diadakan dengan perubahan dinamis dunia ketenagakerjaan khususnya di daerah Bitung dan sekitarnya yaitu di bidang industri dan periwisata/perhotelan sehingga pelatihan dan anggaran BLk tidak sia-sia. 


Hal lain yang disampaikan adalah perlunya peningkatan anggaran untuk revitalisasi BLK baik, sosialisasi, peremajaan peralatan maupun pengadaan instruktur serta perlunya managemen reposisi jabatan yang tidak terlalu cepat sehingga program yang sudah dicanangkan tidak terganggu oleh begantinya orang-orang diposisi decision makers. Dengan berbagai hambatan yang begutu banyak dan seragam di BLK-BLK, Tim Kunker mewacanakan untuk menarik BLK Bitung ke Pusat sehingga bisa lebih diberdayakan. Wacana ini belum disambut secara positif oleh Kadisnaker Provinsi Sulut sehinga Tim Kunker akan segera mengagendakan untuk membentuk Panja BLK untuk mengkaji BLK percontohan sehingga akan diperoleh best practices pengelolaan BLK sehingga bisa diadopsi oleh BLK-BLK di daerah-daerah termasuk BLK Bitung.

Dalam peninjauan langsung ke gedung BLK yang menyimpan peralatan-peralatan pelatihan, Tim Kunker menemukan banyaknya peralatan berat dalam kondisi yang mengenaskan dan tidak terawat. Ada juga peralatan yang baru datang yang masih belum terbuka kemasannya. Hal serius lainnya yang menjadi perhatian utama adalah tata letak yang tidak teratur dari peralatan-peralatan yang ada yang hal ini merupakan salah satu penyebab dari jeleknya perawatan peralatan tersebut. Peralatan berat yang ada di BLK merupakan sebuah investasi besar guna meningkatkan daya saing para calon pencari kerja yang seharusnya juga mendapatkan alokasi anggaran yang cukup untuk maintenace

Disamping itu hendaknya pembangunan fisik gedung BLK juga tidak hanya membangun gedung-gedung baru dan tidak memberdayagunakan dan merawat gedung lama dimana hal ini ditemukan juga di BLK Bitung dimana banyak ruang-ruang dalam gedung lama yang seharusnya masih bisa digunakan tetapi keran perawatan yang tidak memadai membuat ruang-ruang itu tidak bisa dipakai.Tim Kunker akan segera memfollow up temuan temuan ini dalam rapat-rapat dengan mitra kerja pada masa sidang mendatang.
Read more...

Minggu, 05 Mei 2013

Meninjau RS Maria Walanda Maramis di Minahasa Utara Sulut

0 komentar
Tim Kunker Komisi IX DPR-RI disambut oleh direktur Rumah Sakit Maria Walanda Maramis, Dr. Rosa M. Tidajoh, M.Kes,DK. Dalam sambutannya disampaikan bahwa kunjungan anggota Komisi IX DPR RI ke rumah sakit yang saat ini sedang membangun adalah suatu hal yang sangat penting untuk memberikan dukungan secara riil sehingga proses perbaikan dan pembangunan akan berjalan maksimal.

Rumah  Sakit  Umum  Daerah  Maria  Walanda  Maramis  adalah  Rumah  Sakit  Pemerintah di Kabupaten  adalah satu-satunya Rumah Sakit Pemerintah  yang  berada  di Kabupaten  Minahasa  Utara telah memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat di Kabupaten Minahasa Utara, dengan selalu berusaha untuk dapat menyediakan pelayanan terbaik bagi masyarakat.

Salah satu  usahanya adalah dengan menjadikan Rumah Sakit Maria Walanda Maramis      sebagai   Rumah  Sakit   Traumatic  Center  di  Kabupaten  Minahasa  Utara    dengan  ditopang Peralatan   Kesehatan  Instalasi  Gawat  Darurat ( IGD )  yang  memadai.  Informasi ini  dapat menjadi bahan evaluasi bagi stake holder lainnya untuk memulai kinerja Rumah Sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

Saat ini RS. Maria Walanda Maramis menempati lahan seluas 1,5 Ha dengan jumlah tempat tidur sebanyak 75. Data ketenagaan Rumah Sakit ini yaitu: pns 45 orang, honorer 12 orang: dokter umum 8 orang, 4 orang dokter spesialis (honorer), 23 perawat, bidan 10, ahli kesmas 4 orang, ahli gizi 1 orang, asisten apoteker 2 orang, dan tenaga non kesehatan 6 orang.

Dalam kesempatan ini juga disampaikan target dan pencapaian Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu sebagai berikut: target tahun 2007 sebesar Rp. 28.061.600 dengan realisasi Rp. 28.345.000 (101 %);  target tahun 2008 sebesar Rp.32.270.000 dengan realisasi Rp. 29.985.000 (93 %) dan target tahun 2009 adalah Rp. 35.497.000 terealisasi per November adalah Rp. 27.905.000 (79 %).

Sebagaimana di rumah sakit-rumah sakit milik Pemerintah yang sudah dikunjungi dengan permasalahan yang senada, anggota Tim Kunker menyampaikan kepada pihak managemen RS. Maria Walanda Maramis untuk tetap berkomitmen untuk memberi pelayanan kesehatan yang optimal kepada masyarakat dan sekali lagi anggota juga mengingatkan bahwa target PAD hendaknya tidak menjadikan untuk menjadikan pelayanan kesehatan semata-mata menjadi komoditas untuk mengeruk untung sebanyak-banyaknya dan mengesampingkan tugas pokok dari rumah sakit sebagai tempat pemberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat Minahasa Utara. 
Read more...

Meninjau Rumah Sakit Prof.Dr.V.L. Ratumbuysang Sulawesi Utara

0 komentar
Kehadiran Tim Kunker Komisi IX ke Rumah Sakit Prof.Dr.V.L. Ratumbuysang disambut oleh Direktur Rumah Sakit, Dr. Bahagia R. Mokoagow, Msi. Dalam sambutannya disampaikan bahwa saat ini RS.Prof.Dr.Ratumbuysang sedang melakukan renovasi pembangunan fisik rumah sakit dan mengharapkan dukungan dan bantuan Komisi IX DPR RI untuk memperlancar peningkatan mutu pelayanan kesehatan masyarakat Sulawesi Utara.

Rumah Sakit Khusus Daerah Kelas A Provinsi Sulawesi Utara atau RS.Prof.Dr.Ratumbuysang bermula dari sebuah rumah sakit jiwa yang didirikan sekitar tahun 1934 dengan nama Doorgangshuis Voor Krankzinnigen dengan kapasitas 100 TT, dan oleh masyarakat setempat dikenal dengan nama Rumah Putih atau Witte Huis. Pada tahu 1951, rumah sakit ini berubah nama menjadi Rumah Sakit Jiwa Manado. Dalam perkembangannya  RSJ Manado menjadi Rumah Sakit Jiwa Pusat Manado kelas A, sebagai Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI, dengan kapasitas 250 TT. 


Dengan diberlakukannya PP No.41 tahun 2007, Organisasi Perangkat Daerah Provinsi Sulawesi Utara kembali mengalami perubahan. Dalam Perda No.4 Tahun 2008 , disebutkan nomenklatur kelembagaan Badan Pengelola Rumah Sakit Khusus Daerah Kelas A Provinsi Sulawesi Utara ( RS.Prof.Dr.Ratumbuysang ) telah berubah nama menjadi Rumah Sakit Khusus Daerah Kelas A Provinsi Sulawesi Utara. Status Rumah Sakit adalah milik Provinsi (Satuan Kerja Pemerintah  Daerah) yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Gubernur.

Luas Lahan yang dimiliki oleh RS. Prof. Dr. Ratumbuysang adalah 38.663,75 m2. Saat ini aktifitas pelayanan kesehatan masih menggunakan gedung eks Rumah Sakit Jiwa dimana kondisi gedung tersebut sudah tua secara fisik, juga belum memiliki sarana-sarana penunjang sepeti pengolahan limbah, tata ruang, serta fasilitas yang selayaknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan Rumah Sakit.

Sehingga dalam kesempatan ini disampaikan bahwa selama ini RS.Prof.Dr.Ratumbuysang belum mampu memberikan pelayanan secara optimal karena keterbatasan fasilitas. Di sisi lain, permintaan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan cukup besar karena letak rumah sakit yang sangat strategis (di tengah kota Manado) sehingga memudahkan masyarakat untuk mendapatkan pertolongan pelayanan kesehatan. Hal inilah yang mendorong pihak managemen rumah sakit dengan didukung pemerintah daerah untuk membangun rumah sakit sesuai master plan yang berkualitas.

Mengenai aspek keuangan DPA yang diterima dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara adalah hanya biaya untuk Belanja Pegawai dan Belanja Rutin Operasional Rumah Sakit. Karena keterbatasan kemampuan daerah, selama ini rumah sakit belum pernah menerima Belanja Pembangunan Fisik/Modal dari DPA Provinsi Sulawesi Utara. Untuk pembangunan fisik dan pengadaan alat medik, rumah sakit menerima anggaran Tugas Pembantuan melalui DIP/DIPA APBN Departemen Kesehatan RI. Pada tahun 2009, RS. Prof. Dr. Ratumbuysang menerima total dana DASK/DPA sebesar Rp. 12.648.198.620 yang diperuntukkan untuk belanja pegawai Rp. 10.748.198.620 dan belanja operasional rumah skit/rutin sebesar Rp. 1.900.000.000.


RS. Prof. Dr. Ratumbuysang juga mendapat target untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dari tahun ke tahun capaian targetnya semakin naik. Pada tahun 2005,  target PAD sebesar Rp. 497.500.000 tetapi tahun 2009 target PAD naik menjadi Rp. 1.037.984.000. Adapaun capaian target PAD pada tahun 2005 mencapai 116.41 % dan pencapaian target PAD tahun 2009 per Mei adalah sebesar 68.10 %.

Mengenai kunjungan pasien, dilaporkan terjadi peningkatan jumlah kunjungan pasien baru psikiatri dari 550 kunjungan di tahun 2005 dan 740 kunjungan pada tahun 2008 dan peningkatan jumlah kunjungan pasien baru non psikiatri dari 1.731 pada tahun 2005 dan 6.943 pada tahun 2008. Adapun proyeksi jumlah pasien rumah sakit Prof.Dr.R

atumbuysang untuk tahun 2007, 2008, dan 2009 terjadi kenaikan sebesar 12% disebabkan karena bertambahnya fasilitas pelayanan rawat jalan. Sedangkan untuk rawat inap diproyeksikan terjadi kenaikan Bed Occupancy Rate (BOR) sebesar 15% per tahun disebabkan bertambahnya fasilitas perawatan (jumlah tempat tidur) yang dari tahun ke tahun mengalami penambahan. Apabila pada tahun 2009 fasilitas yang direncanakan terealisasi, akan terjadi peningkatan baik jumlah kunjungan rawat jalan maupun rawat inap/BOR. Target umum layanan kesehatan umum di RS.Prof.Dr.Ratumbuysang yaitu peningkatan derajat kesehatan masyarakat di wilayah Sulawesi Utara akan selalu menjadi spirit dalam peningkatan pelayanan kesehatan yang berkualitas untuk meningkatkan derajat kesehatan baik fisik dan jiwa masyarakat Sulawesi Utara.

Pada saat melakukan tinjauan langsung ke gedung-gedung pelayanan di RS.Prof.Dr.Ratumbuysang, Tim Kunker menemukan beberpa hal yang perlu ada usaha perbaikan dan peningkatan dari pihak rumah sakit. Masalah kebersihan harus menjadi perhatian utama terutama kebersihan di dapur karena kondisi dapur sangat mengenaskan dan sangat tidak higienis. Kebersihan dalam penyiapan makanan menjadi faktor utama dalam pemulihan kesehatan pasien. Hal lain yang mendadi perhatian utama adalah begitu banyaknya pasien sakit jiwa yang menempati ruang-ruang yang kondisinya juga belum menggembirakan. Kebersiha ruang-ruang pasien dimana pasien jiwa berjubel juga sangat menyedihkan. Perlu ada perhatian serius untuk peningkatan kualitas pelayanan terutama pelayanan dalam pembinaan pasien sakit jiwa yang tidak kronis untuk bisa kembali hidup bersama dengan keluarganya, walaupun ada beberapa kasusu pasien yang memang sengaja ditinggalkan keluarganya di rumah sakit. Sebelum meninggalkan RS.Prof.Dr.Ratumbuysang, Tim Kunker berpesan kepada pihak managemen dan juga pemerintah daerah yang ikut mendampingi bahwa hendaknya rumah sakit sebagai tempat pelayanan kesehatan masyarakat tidak menjadi target PAD atau kalaupun ada pendapatan rumah sakit itu yang bisa dijadikan pendapatan asli daerah sehingga komitmen untuk memberi pelayanan terbaik bagi masyarakat bisa terpenuhi.

Read more...